A. Konsep Dasar Hukum Pajak
Pajak merupakan salah satu sumber pemasukan kas
negara yang digunakan untuk pembangunan dengan tujuan akhir kesejahteraan dan
kemakmuran. Oleh karena itu, sektor pajak memegang peranan penting dalam perkembangan
kesejahteraan bangsa. Akan tetapi, negara sering mengalami kesulitan untuk
melakukan pemungutan pajak karena banyaknya wajib pajak yang tidak membayar
pajak. Untuk itu, pemerintah memberikan kelonggaran dengan memberikan perngatan
melalui Surat Pemberitahuan Pajak (SPP). Sekalipun demikian, banyak wajib pajak
yang lalai untuk membayar pajak, bahkan menghindari kewajiban tersebut.
Saat
ini, penyelesaian persamalahan sengketa di bidang perpajakan telah memiliki
sarana dengan adanya Pengadilan Pajak. Sebelum Pengadilan Pajak berdiri, media
yang digunakan untuk menyelesaikan masalah sengketa pajak adalah Majelis
Pertimbangan Pajak, yang kemudian berkembang menjadi Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak (BPSP). Keberadaan Pengadilan Pajak menimbulkan kerancuan karena
objek sengketa pajak adalah Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang masih merupakan
lingkup objek Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
1. Pengertian Hukum Pajak
Menurut Rochmat Soemitro (1992), hukum pajak adalah
kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut
pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak. Pendapat senada juga dikemukakan
Bohari (1995) bahwa hukum pajak adalah kumpulan peraturan yang mengatur
hubungan antara pemerintah sebaga pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar
pajak. Beberapa hal yang diatur dalam hukum pajak.
a. subjek pajak dan wajib
pajak;
b. objek pajak;
c. kewajiban pajak
terhadap pemerintah;
d. timbul dan hapusnya
utang pajak;
e. cara penagihan pajak;
f. cara mengajukan
keberatan dan banding.
2. Kedudukan Hukum Pajak
Menurut Rochmat Soemitro (1992), hukum pajak mempunyai
kedudukan di antara hukum-hukum berikut.
a. Hukum Perdata, yaitu
ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan individu dalam masyarakat.
b. Hukum Publik, yaitu
hukum yan mengatur hubungan pemerintah dengan rakyatnya. Hukum publik terdiri
atas:
1) hukum tata negara;
2) hukum tata usaha;
3) hukum pidana;
4) hukum pajak.
Dengan demikian, kedudukan
hukum pajak bagian dari huku publik.
3. Fungsi Hukum Pajak
Fungsi hukum pajak berkaitan erat dengan fungsi
negara, yaitu sebagai berikut:
a. menyejahterakan dan
memakmurkan masyarakat; negara yang sukses dan maju adalah negara yang dapat
membuat masyarakat bahagia secara umum dari sisi ekonomi dan sosial
kemasyarakatan;
b. melaksanakan ketertiban;
untuk menciptakan suasana dan lingkungan yang kondusif dan damai diperlukan
pemeliharaan ketertiban umum yang didukung penuh oleh masyarakat;
c. pertahanan dan keamanan;
negara harus memberikan rasa aman serta menjaga dari segala ancaman dan
gangguan, baik yang datang dari dalam maupu luar;
d. menegakkan keadilan;
negara membentuk lembaga-lembaga peradilan sebagai tempat warga meminta
keadilan di segala bidang.
Untuk menjalankan fungsi tersebut, negara membutuhkan
biaya yang jumlahnya besar dan sifatnya rutin. Biaya tersebut harus ditanggung
oleh setiap warga negara yang dinilai mampu memberikan sumbangsih, yang
kemudian dikenal sebagai pajak.
B. Sejarah dan Perubahan Hukum Pajak
Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa
ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan negara, baik pada bidang
kenegaraan maupun bidang sosial dan ekonomi. Pada awalnya pajak bukan merupakan
pemungutan, melainkan pemberian sukarela oleh rakyat kepada raja dalam
memelihara kepentingan negara, seperti menjaga kepentingan negara terhadap
serangan musuh dari luar, membuat jalan umum, membiayai pegawai kerajaan, dan
sebagainya.
Penduduk yang tidak melakukan penyetoran dalam bentuk
natura diwajibkan melakukan pekerjaan untuk kepentingan umum selama beberapa
hari dalam satu tahun. Adapun orang-orang yang memiliki status sosial yang
tinggi termasuk orang-orang yang kaya, dapat membebaskan diri dari kewajiban
melakukan pekerjaan untuk kepentingan umum tadi, dengan cara membayar uang
ganti rugi.
Besarnya pembayaran ganti rugi ditetapkan sesuai dengan
jumlahuang yang diperlukan untuk membayar orang yang menggantikan melakukan
pekerjaan itu, yang seharusnya dilakukan sendiri oleh orang kaya yang memiliki
status sosial yang tinggi.
1. Pemungutan Pajak Harus Adil
Seperti halnya produk, hukum pajak pun mempunyai tujuan
untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak, baik dalam
perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaanya. Contohnya:
a. mengatur hak kewajiban
para wajib pajak;
b. pajak diberlakukan bagi
setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak;
c. sanksi atas pelanggaran
pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran.
2. Pengaturan Pajak Harus Berdasarkan UU
Sesuai dengan pasal 23 UUD 1945, “Pajak dan pungutan
yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang”, ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam penyususnan UU tentang pajak, yaitu:
a. pemungutan pajak untuk
dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya;
b. jaminan hukum bagi para
wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum;
c. jaminan hukum akan
terjaganya kerahasiaan bagi para wajib pajak.
3. Pungutan Pajak Tidak Mengangu Perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar
tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan
maupun jasa. Pemungutan pajak tidak boleh merugikan kepentingan masyarakat dan
menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil
dan menengah.
4. Pemungutan Pajak Harus Efisien
Biaya yang dikeluarkan dalam pemungutan pajak harus
diperhitungkan agar pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan
pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan
mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan
dalam mengalami pembayaran pajak, baik dari segi penghitungan maupun dari segi
waktu.
5. Sistem Pemungutan Pajak Harus Sederhana
Sistem yang sederhana memudahkan wajib pajak dalam
menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga memberikan dampak positif
bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak.
Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang semakin enggan membayar
pajak.
C. Sumber dalam Hukum Pajak
Dalam setiap undang-undang paja, hukum materil dan hukum
formal dapat berdampingan walaupun dalam undang-undang yang terpisah. Dalam
ilmu hukum, sumber hukum dapat berbentuk tertulis ataupun tidak tertulis,
meliputi berikut ini.
1. Sumber Hukum Materiil
Sumber hukum materiil, yaitu faktor-faktor yang membantu
pembentukan hukum (hukum pajak), misalnya faktor-faktor yang berupa hubungan
sosial, politik, ekonomi, ataupun hubungan internasional.
Hukum pajak materiil adalah hukum pajak yang memuat
ketentuan tentang pihak-pihak yang dikenakan pajak dan pihak-pihak yang
dikecualikan dari pengenaan pajak, hal-hal yang dikenakan pajak, dan besarnya
pajak yang harus dibayar. Dengan kata lain, dan pola hubungan hukum antara
pemerintah dan wajib pajak.
2. Sumber Hukum Formal
Sumber hukum formal, yaitu sumber suatu peraturan
hukum memperoleh kekuatan hukum atau cara yang menyebabkan peraturan hukum
tersebut berlaku secara formal. Misalnya, peraturan perundang-undangan (asas
pancasila, UUD 1945, dan lain-lain), traktat (tax treaty), yurisprudensi, dan doktrin.
Hukum pajak formal adalah hukum yang memuat ketentuan
tentang mewujudkan hukum pajak materiil menjadi kenyataan. Dengan demikian,
hukum pajak formal merupakan ketentuan yang mewujudkan hukum pajak materiil
menjadi kenyataan.
3. Sumber Hukum Pajak yang Sifatnya Tertulis
Sumber hukum pajak yang sifatnya tertulis, terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar
1945 Pasal 23A
sebelum amandemen UUD 1945, ketentuan mengenai pajak
diatur pada Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 yang menyebutkan, “segala pajak untuk
keperluan negara harus berdasarkan undang-undang”. Ketentuan ini mengandung
asas legalitas yang melakukan kewenangan pada negara untuk memungut pajak
apabila negara membutuhkannya, tetapi dengan syarat harus berdasarkan undang-undang.
Tidak ada pajak tanpa persetujuan antara rakyat melalui wakilnya di dalam Dewan
Perwakilan Rakyat dengan pemerintah yang diatur dengan undang-undang.
b. Perjanjian Perpajakan
Tiap negara memiliki peraturan pajak yang berbeda dengan
negara lain yang menyebabkan mudahnya terjadi pengenaan pajak ganda
internasional sehingga menimbulkan beban yang tinggi terhadap wajib pajak.
Untuk mengatasi hal tersebut, negara-negara yang berkepentingan mengadakan
perjanjian penghindaran pajak internasional agar wajib pajak dari setiap negara
yang bersangkutan tidak dikenakan pajak ganda. Selain itu, perjanjian
perpajakan juga dapat mencegah terjadinya penghindaran pajak (tax avoidance) dan penyeludupan pajak (tax evasion).
c. Yurisprudensi
Perpajakan
Yurisprudensi perpajakan adalah putusan pengadilan
mengenai perkara pajak, yang meliputi sengketa pajak dan tindak pidana yang
telah memiliki kekuatan hukum tetap. Putusan pengadilan yang berkaitan dengan
sengketa pajak adalah Putusan Pengadilan Pajak ataupun Mahkamah Agung yang
telah mempunyai kekuatan hukum mengikat para pihak yang bersengketa, sedangkan
putusan pengadilan yang berkaitan dengan tindak pidana pajak adalah Putusan
Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum ataupun Mahkamah Agung yang telah
mempunyai kekuatan hukum mengikat.
d. Doktrin Perpajakan
Agar doktrin dapat menjadi sumber hukum pajak,
substansinya harus berada dalam konteks di bidang perpajakan yang dikemukakan
ahli hukum pajak karena substansi hukum yang terkandung dalam hukum pajak
memiliki perbedaan yang sangat prinsipiil dengan hukum lainnya.
Pendapat ahli hukum pajak, untuk saat ini belum dapat
diharapkan untuk menunjang pengembangan hukum pajak. Hal ini dikarenakan
kelangkaan ahli hukum pajak yang dapat memberi corak tersendiri dalam perkembangan
hukum pajak.
e. Sanksi Pajak
Sanksi administrasi menurut UU KUP dibagi atas tiga
macam, yaitu denda, bunga dan kenaikan. Denda dikenakan terhadap pelanggaran
peraturan yang bersifat hukum publik. Dalam hal ini, sanksi administrasi
dikenakan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang akibat pelanggarannya pada umumnya tidak merugikan negara.
Sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan dikenakan terhadap wajib
pajak yang membetulkan SPT, dikenakan SKPKB ( Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar ), tidak melunasi utang pajak pada saat jatuh tempo, terlambat membayar
SKPKB dan SKPKBT, mengangsur atau menunda pembayaran pajak serta menunda
penyampaian SPT. Adapun sanksi administrasi berupa kenaikan (Kenaikan pajak
atau tambahan pajak) dikenakan terhadap pelanggaran ketentuan
perundang-undangan perpajakan, yang akibat pelanggaran itu negara dirugikan.
Menurut Undang-Undang KUP tahun 2000, kenaikan adalah sanksi administrasi yang
menaikan jumlah pajak yang harus dibayar wajib pajak dengan persentase antara
50-100% dari jumlah pajak yang tidak/kurang bayar.
D. Perkembangan Hukum Pajak
Secara umum, pemungutan pajak yang teratur dan
permanen telah dikenakan pada masa kolonial. Sekalipun demikian, pada masa
kerajaan dahulu juga telah ada pungutan seperti pajak, yang dipersembahkan
kepada raja sebagai wujud rasa hormat dan upeti kepada raja. Figur raja dalam
hal ini dapat dipandang sebagai manifestasi dari kekuasaan tunggal kerajaan
(negara). Pada awal kemerdekaan pernah dikeluarkan Undang-Undang Darurat Nomor
12 Tahun 1950 yang menjadi dasar bagi pajak peredaran (barang), yang dalam
tahun 1951 diganti dengan pajak penjualan (PPn) 1951. Pengenaan pajak secara
sistematis dan permanen dimulai dengan pengenaan pajak terhadap tanah. Hal ini
telah ada pada zaman kolonial. Shopar Lumbantoruan dalam bukunya Akuntansi Pajak, membagi perkembangan
hukum pajak adalah sebagai berikut.
1. Hukum Pajak Landerent (Sewa Tanah)
Pajak ini disebut landerent
(sewa tanah) oleh Gubernur Jenderal Raffles dari Inggris. Pada masa
penjajahan Belanda disebut landrente.
Peraturan tentang landrente dikeluarkan
pada tahun 1907 kemudian diubah dan ditambah dengan Ordonansi Landrente. Pada
tahun 1932, dikeluarkan Ordonansi Pajak Kekayaan (PKk) yang beberapa kali
diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 tahun 1964.
2. Hukum Pajak Tanah
Pada tahun 1960 dikeluarkan UU Nomor 5 tahun 1960 yang
mengemukakan bahwa hukum atas tanah berlaku atas semua tanah di Indonesia, yang
ditegaskan lagi dengan Keputusan Presidium Kabinet Tanggal 10 Februari tahun
1967 Nomor 87/Kep/U/4/1967 dengan pemberian otonomi dan desentralisasi kepada
pemerintah daerah.
3. Iuran Pembagunan Daerah (IPEDA)
Pajak Hasil Bumi yang kemudian namanya diubah menjadi
Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA) diatur berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Iuran Negara No. PM.PP 1-1-3 Tanggal 29 November 1965 yang berlaku mulai 1
November 1965. Pengenaan pajak langsung sebagai cikal bakal dari pajak
Penghasilan sudah dilakukan pada zaman Romawi Kuno. Antara lain dengan adanya
pungutan yang bernama tributum yang berlaku sampai dengan tahun 167 Sebelum
Masehi.
4. Berlakunya Asas Perpajakan Indonesia
Sejak tahun 1983 telah berlaku Undang-Undang No. 6
tahun 1983, Undang-Undang NO. 7 tahun 1983 dan Undang-Undang No. 8 tahun 1983.
Dalam Undang-Undang Perpajakan tahun 1983 berlaku asas perpajakan Indonesia,
yaitu:
a. Asas kegotongroyongan
nasional terhadap kewajiban kenegaraan, termasuk membayar pajak.
b. Asas keadilan, dalam
pemungutan pajak, kewenanga yang dominan tidak lagi diberikan kepada aparat
pajak untuk menentukan jumlah pajak yang harus dibayar.
c. Asas kepastian hukum,
wajib pajak diberikan ketentuan yang sederhana dan mudah dimengerti serta
pelaksanaan administrasi pemungutan pajaknya tidak birokratis.
d. Asas kepercayaan penuh,
masyarakat memberikan kepercayaan penuh untuk melaksanakan kewajiban
perpajakannya, termasuk keaktifan pelaksanaan administrasi perpajakan.
Dengan berlakunya Undang-Undang No. 6, 7, dan 8 tahun
1983, sistem perpajakan Indonesia secara mutlak manganut sistem self assesment dan kewenangan aparat
pajak tidak lagi seluas kewenangan yang diperolehnya dalam Undang-Undang
perpajakan yang lama.
Semoga bermanfaat untuk kita semua, mari budayakan gemar membayar pajak karena pajak itu dari kita untuk kita. Salam dari Bang Fadhil yeahhhhhh......!!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar