Sabtu, 28 Oktober 2017

Subjek, Objek, dan Tarif Pajak

        
           Pajak adalah iuran kepada negara yag dipungut berdasarkan UU perpajakan. Bentuk pajak meliputi pajak penghasilan, pajak kendaraan, pajak bumi dan bangunan, pajak makan dan minuman, dan lain-lain. Pada kenyataannya, setiap daerah menerapkan besaran pajak yang berbeda, bergantung pada potensi daerah tersebut.
Pengenaan tarif pajak dinyatakan dalam bentuk persentase. Persentase pengenaan tarif pajak bergantung pada jenis pajak yang harus dibayar wajib pajak, dilaksanakan dengan prinsip keadilan atau keseimbangan antar objek pajak dengan besaran pajak yang ditetapkan.

A. Konsep Dasar Subjek Pajak
1. Pengertian Subjek Pajak Penghasilan
            Subjek pajak adalah orang, badan, atau kesatuan lainnya yang telah memenuhi syarat-syarat subjektif, yaitu bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Subjek pajak akan menjadi wajib pajak apabila telah memenuhi syarat-syarat objektif.

2. Pengaturan Subjek Pajak Penghasilan
            Subjek pajak penghasilan diatur pada Undang-Undang No. 36 tahun 2008 Pasal 2 bahwa yang menjadi subjek pajak adalah:

a.     Orang pribadi
Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

b.     Badan dan bentuk usaha tetap
Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlukan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.

c.      Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

3. Pengelompokan Subjek Pajak
            Subjek pajak dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu sebagai berikut :

a.     Subjek pajak dalam negeri
Subjek pajak dalam negeri, terdiri atas:
1) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

2) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu .

b.     Pajak Luar Negeri
Subjek pajak luar negeri, terdiri atas sebagai berikut :
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

b. Pajak luar negeri yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

B. Konsep Dasar Objek Pajak Penghasilan dan Pengecualiannya
1. Pengertian Objek Pajak
            Pada prinsipnya segala sesuatu yang ada dalam masyarakat dapat dijadikan sasaran atau objek pajak, baik keadaan, perbuatan, maupun peristiwa.
a)     Keadaan       : Kekayaan seseorang pada saat tertentu; memiliki kendaraan bermotor, radio, televisi.
b)    Perbuatan    : Melakukan penyerahan barang karena perjanjian mendirikan rumah atau gedung.
c)     Peristiwa     : Kematian, keuntungan yang diperoleh secara mendadak.


2. Macam-macam Objek Pajak
            Ditinjau dari bentuknya objek pajak, terdiri atau sebagai berikut.

a)     Objek Pajak Penghasilan (PPh)
Objek PPh adalah Penghasilan. Penghasilan sebagai objek pajak PPh diartikan secara luas sebagai tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak dengan nama dan bentuk apapun.

b)    Objek Pajak PPN
Objek PPN sesuai dengan Pasal 4 UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 18 tahun 2000.

c)     Objek Pajak PPn-BM
Menurut Pasal 5 UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 18 tahun 2000 yang termasuk objek PPn BM adalah sebagai berikut :
1.     Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang kena pajak pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;
2.     Impor barang yang kena pajak yang tergolong mewah.

d)    Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Dalam Pajak Bumi dan Bangunan, objek pajak adalah bumi dan/ bangunan. Pengertian bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman, serta laut wilayah Indonesia, dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Sementara, bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah atau perairan.

e)    Objek Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
1.     Pemindahan hak karena             : Jual beli, tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukkan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha , peleburan usaha, pemekaran usaha, hadiah.

2.     Pemberian hak baru karena      :  Kelanjutan pelepasan hak, di luar pelepasan hak. Adapun yang dimaksud hak atas tanah adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun, hak pengelolaan.

f)      Objek Pajak Bea Materai
Dokumen yang dikenakan bea materai adalah sebagai berikut
1.     Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan kenyataan, atau keadaan yang bersifat perdata.
2.     Akta-akta notaris termasuk salinannya.
3.     Akta-akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta termasuk rangkap-rangkapnya.
4.     Surat yang memuat jumlah uang.
5.     Surat berharga, seperti wesel, promes, aksep, dan cek.
6.     Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan, yaitu surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan, dan surat-surat yang semula tidak dikenakan bea materai berdasarkan tujuannya jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dari maksud semula.
Adapun yang tidak dikenakan Bea Materai adalah :
1.     Dokumen yang berupa Surat penyimpanan barang, konosemen, surat angkutan penumpang dan barang, keterangan pemindahan, bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang, surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengiriman.
2.     Segala bentuk ijazah
3.     Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran tersebut.

C. Konsep Dasar Tarif Pajak
1. Pengertian Tarif Pajak
            Pemungutan pajak tidak terlepas dari unsur keadilan. Keadilan dapat diartikan dalam prinsip (Undang-Undang), ataupun adil dalam pelaksanaanya sehingga dapat menciptakan keseimbangan sosial untuk kesejahteraan masyarakat.Salah satu unsur dalam mencapai keadilan itu adalah penetapan tarif pajak, yaitu dengan memberikan tekanan yang sama kepada wajib pajak. Tarif Pajak adalah besarnya nilai terutang yang harus dibayar wajib pajak kepada pemerintah sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
2. Dasar Pengenaan Pajak
            Dasar pengenaan pajak sangat luar. Misalnya, berupa barang, peristiwa, maupun nilai, atau batasan-batasan tertentu yang diterapkan.

3. Model Bentuk Tarif Pajak
            Model-model jenis tarif pajak terdiri atas sebagai berikut :
a.     Tarif Tunggal
Tarif tunggal adalah pajak yang menggunakan satu macam tarif, terdiri atas:
1.     Tarif Tetap adalah tarif pajak yang besarnya tetap dan tidak bergantung pada nilai objek yang dikenakan pajak. Contohnya aturan bea materai untuk cek dan bilyet giro dengan nominal berapa pun adalah Rp. 3.000.000.
2.     Tarif Proporsional (sebanding) adalah tarif dengan menggunakan persentase tetap. Dengan demikian, jumlah pajak akan berubah sesuai dengan besarnya nilai objek yang dikenakan pajak. Contohnya, tarif Pajak Bumi dan Bangunan 0,5%

b.     Tarif Tidak Tunggal
Tarif tidak tunggal adalah pajak yang menggunakan lebih dari satu tarif, terdiri atas sebagai berikut:
1.     Tarif Progresif adalah tarif yang menggunakan presentase semakin besar untuk nilai objek yang jumlahnya semakin besar;
2.     Tarif Degresif adalah tarif yang besar presentasinya semakin menurun apabila besar nilai objek yang dikenakan pajak semakin besar jumlahnya.

c.      Perbedaan Pajak, Retribusi, dan Sumbangan
Dalam pajak tidak ada hubungan antara pembayaran dan prestasi secara langsung. Adapun dalam retribusi ada hubungannya antara pembayaran dengan prestasi langsung. Sifat paksaan dalam retribusi hanya mencakup pihak yang mengharapkan prestasi, sedangkan mereka yang tidak memperoleh prestasi tidak dipungut retribusi. Contohnya, retribusi parkir.
            Sumbangan hampir menyerupai retribusi, artinya hubungan antara pembayaran dan prestasi bersifat lebih langsung. Perbedaan prestasi dalam sumbangan tidak dapat diidentifikasikan kepada orang-orang tertentu atau prestasinya hanya dinikmati oleh segolongan orang. Sumbangan seperti halnya pajak dapat dipaksakan disertai sanksi.

D. Jenis-jenis Tarif Pajak
Dalam melakukan pungutan pajak terdapat terdapat beberapa macam cara atau sistem pemungutan pajak.

1. Tarif Pajak Proporsional
            Tarif pajak proporsional adalah pengenaan pajak dengan tarif dalam presentase tertentu, tanpa melihat perubahan pendapatan individu. Dengan kata lain, berapa pun jumlah kemampuan seorang wajib pajak, jumlah pengenaan tarif pajaknya sama. Misalnya, jika pendapatan seseorang naik sebesar 100%, jumlah pajak yang terutang akan naik menjadi 100% dari pajak semula.

2. Tarif Pajak Progresif
            Tarif pajak progresif adalah pengenaan pajak dengan tarif meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan individu. Dengan kata lain, jumlah pendapatan yang lebih besar yang diterima oleh wajib pajak, akan diterima tarif yang lebih besar pula. Sebagai ilustrasi, jika kemampuan membayar seseorang wajib pajak naik sebesar 100% jumlah pajak yang terutang menjadi naik melebihi 100%.
            Tarif pajak progresif terbagi menjadi tiga :
a.     Tarif Pajak Progresif Progresif
Tarif pajak progresif progresif adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik, dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak dan kenaikan persentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali naik.
b.     Tarif Pajak Progresif Proporsional
Tarif pajak progresif proporsional adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, tetapi kenaikan persentase untuk setiap jumlah tertentu tetap.
c.      Tarif Pajak Progresif Degresif
Tarif pajak progresif degresif adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, tetapi kenaikan persentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali menurun.


3. Tarif Pajak Tetap
            Tarif pajak tetap adalah tarif pemungutan pajak yang besar nominalnya tetap tanpa memerhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Sistem pemungutan dengan tarif tetap adalah tarif dengan jumlah atau angka tetap berapa pun yang menjadi dasar pengenaan angka pajak. Penerapan pada sistem perpajakan nasional dilakukan pada bea materai.

4. Tarif Pajak Degresif
            Tarif pajak degresif adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya menjadi semakin kecil apabila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak semakin besar. Sekalipun demikian, tidak berarti jumlah pajak yang terutang menjadi kecil, tetapi bisa menjadi besar karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya juga semakin besar. Tarif ini tidak pernah dipergunakan dalam praktik perundang-undangan perpajakan.

           


           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar