![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5ciGLbT8F8_ms068DJsZ01wO50jpSKw67Kus2BlWMlQA-B5Iv91yCyuRNqoH2X1bnpW9VolC15OTkEl2feOWKmU7JzjzDBIVKZ1wIeGQx8RswoCn-Nc41Cx50KmaP2TTTsTe5vGYp7A/s320/26167787_565107387165189_4342921811576465596_n.jpg)
Dalam rangka melaksanakan prinsip
keadilan di bidang perpajakan, yaitu antara keseimbangan hak negara dan hak
warga negara pembayar pajak, Undang-Undang Perpajakan, yaitu Undang-Undang
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengakomodasi hak dan kewajiban
Wajib Pajak. Masyarakat sebagai subjek sekaligus objek pajak sepatutnya
memahami bahwa manfaat pajak sepenuhnya akan dikembalikan kepada masyarakat.
A. Konsep Dasar Hak dan Kewajiban Wajib
Pajak
1.
Pengertian Hak dan Kewajiban
a. Definisi Hak dan Kewajiban
Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan sesuatu
yang semestinya diterima atau dilakukan oleh pihak tertentu dan tidak dapat
oleh pihak lain mana pun juga, yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa
olehnya. Wajib adalah beban untuk memberikan sesuatu ynag semestinya dibiarkan
atau diberikan hanya oleh pihak tertentu, tidak dapat oleh pihak lain mana pun
yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh ynag berkepentingan.
Adapun kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan.
b. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban
kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak (WP) untuk secara langsung dan
bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan
pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak
bukan hanya merupakan kewajiban, melainkan hak dari setiap warga negara untuk
ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan
pembangunan nasional.
Pajak merupakan kewajiban kenegaraan
dan pengabdian peran aktif warga negara dalam upaya pembiayaan pembangunan
nasional. Kewajiban perpajakan setiap warga negara diatur dalam undang-undang
perpajakan. Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan
pada adanya surat ketetapan pajak.
C. Wajib Pajak
Wajib Pajak menurut Pasal 1 huruf a
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan Undang-Undang
perpajakan yang bersangkutan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan,
termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu. Wajib Pajak dapat
dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :
1)
Wajib Pajak Orang
Pribadi adalah mereka yang telah mempunyai penghasilan di atas Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP) dimana batasan PTKP telah ditentukan oleh undang-undang
pajak penghasilan.
2)
Wajib Pajak Badan
adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan
dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau
organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi
kolektif dan bentuk usaha tetap.
d. Kerahasiaan Wajib Pajak
Wajib Pajak mempunyai hak untuk
mendapat perlindungan kerahasiaan atas semua informasi yang telah
disampaikannya kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan
ketentuan perpajakan. Disamping itu, pihak lain yang melakukan tugas di bidang
perpajakan juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak, termasuk tenaga
ahli, seperti ahli bahasa, akuntan, pengacara yang ditunjuk oleh Direktur
Jenderal Pajak untuk membantu pelaksanaan undang-undang perpajakan.
Kerahasiaan Wajib Pajak antara lain:
1)
Surat
Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang dilaporkan oleh Wajib
Pajak;
2)
Data dari pihak
ketiga yang bersifat rahasia;
3)
Dokumen atau
rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.
Akan tetapi, dalam rangka penyidikan, penuntutan atau
kerja sama dengan instansi pemerintah lainnya, keterangan atau bukti tertulis
dari atau tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau diperlihatkan kepada pihak
tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
2.
Kewajiban Pajak
Kewajiban pajak timbul setelah
memenuhi dua syarat, yaitu:
a.
Kewajiban pajak
subjektif ialah kewajiban pajak yang melihat orangnya. Misalnya, semua orang
atau badan hukum yang berdomisili di Indonesia memenuhi kewajiban pajak
subjektif.
b.
Kewajiban pajak
objektif ialah kewajiban pajak yang melihat pada hal-hal yang dikenakan pajak.
Misalnya, orang atau badan hukum yang memenuhi kewajiban pajak kekayaan adalah
orang yang mempunyai kekayaan tertentu, yang memenuhi kewajiban pajak kendaraan
ialah orang yang punya kendaraan bermotor dan sebagainya.
3.
Kewajiban Wajib Pajak
Dalam menghitung jumlah yang dipakai
untuk dasar pengenaan pajak, diperlukan bantuan dari wajib pajak dengan cara
mengisi dan memasukkan Surat Pemberitahuan (SPT). Setiap orang yang telah
menerima SPT pajak dai inspeksi pajak mempunyai kewajiban:
a.
Mengisi SPT pajak
itu menurut keadaan yang sebenarnya;
b.
Menandatangani
sendiri SPT itu;
c.
Mengembalikan SPT
pajak kepada inspkesi pajak dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Wajib
pajak harus memenuhi kewajibannya membayar pajak yang telah ditetapkan, pada
waktu yang telah ditentukan pula. Terhadap wajib pajak yang tidak memenuhi
kewajibannya membayar pajak, dapat diadakan paksaan yang bersifat langsung,
yaitu penyitaan atau pelelangan barang-barang milik wajib pajak.
B. Hak-hak Wajib Pajak
Hak-hak Wajib Pajak yang diatur dalam undang-undang
perpajakan adalah sebagai berikut :
1.
Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pengarahan dari fiskus
Hak ini merupakan konsekuensi logis
dari sistem self assessment yang
mewajibkan Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, dan membayar pajaknya
sendiri. Untuk dapat melaksanakan sistem tersebut tentu hal dimaksud merupakan
prioritas dari seluruh hak Wajib Pajak yang ada.
2.
Hak untuk membetulkan Surat Pemberitahuan (SPT)
Wajib Pajak dapat melakukan pembetulan SPT apabila
terdapat kesalahan atau kekeliruan, dengan syarat belum melampaui jangka waktu
2 (dua) tahun sesudah berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun
pajak dan fiskus belum melakukan tindakan pemeriksaan.
3.
Hak untuk memperpanjang waktu penyampaian SPT
Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan penundaan penyampaian SPT ke Dirjen Pajak dengan dengan menyampaikan
alasan-alasan secara tertulis sebelum tanggal jatuh tempo.
4.
Hak untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajak
Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak kepada Dirjen Pajak
secara tertulis disertai alasan-alasannya. Penundaan ini tidak menghilangkan
sanksi bunga.
5.
Hak memperoleh kembali kelebihan pembayaran pajak
Wajib pajak yang mempunyai kelebihan
pembayaran pajak dapat mengajukan permohonan pengambilan atau restitusi.
Setelah melalui proses pemeriksaan akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar (SKPLB).
6.
Hak mengajukan keberatan dan banding
Wajib Pajak yang merasa tidak puas atas
ketetapan pajak yang telah diterbitkan dapat mengajukan keberatan kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat WP terdaftar. Jika Wajib Pajak tidak puas
dengan keputusan keberatan, Wajib pajak dapat mengajukan banding ke Pengadilan
Pajak.
7.
Hak-hak Wajib Pajak lainnya
Wajib pajak mempunyai hak-hak
berikut :
a.
Mengajukan
permintaan untuk membetulkan, mengurangi atau membebaskan diri dari ketetapan
pajak, apabila ada kesalahan tulis, kesalahan menghitung tarif atau kesalahan
dalam menentukan dasar penetapan pajak.
b.
Mengajukan
keberatan kepada kepala inspeksi pajak setempat terhadap ketentuan pajak yang
dianggap terlalu berat.
c.
Mengajukan
banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak, apabila keberatan yang diajukan
kepada kepala inspeksi tidak terpenuhi.
d.
Meminta mengembalikan
pajak (retribusi), meminta pemindahbukuan setoran pajak ke pajak lainnya, atau
setoran tahun berikutnya.
e.
Mengajukan
gugatan perdata atau tuntutan pidana jika ada petugas pajak yang menimbulkan
kerugian atau membocorkan rahasia perusahaan/pembukuan sehingga menimbulkan
kerugian pada wajib pajak.
c. Kewajiban Wajib Pajak
Kewajiban Wajib Pajak yang diatur dalam undang-undang
perpajakan adalah sebagai berikut :
1.
Kewajiban untuk mendaftarkan diri
Pasal 2 Undang-Undang KUP menegaskan
bahwa setiap Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada Direktorat Jenderal Pajak
yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak
dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Khusus terhadap
pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPN, wajib melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
2.
Kewajiban mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan
Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang KUP menegaskan
bahwa setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dalam bahasa
Indonesia serta menyampaikan ke kantor pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
3.
Kewajiban membayar atau menyetor pajak
Kewajiban membayar atau menyetor
pajak dilakukan di kas negara melalui kantor pos atau bank BUMN/BUMD atau
tempat pembayaran lainnya yang ditetapkan Menteri Keuangan.
4.
Kewajiban membuat pembukuan atau pencatatan
Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di
Indonesia diwajibkan membuat pembukuan Pencatatan dilakukan oleh Wajib Pajak
orang pribadi yang melakukan kegiatan usahanya atau pekerjaan bebas yang
diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan
Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas.
5.
Kewajiban menaati pemeriksaan pajak
Terhadap Wajib Pajak yang diperiksa,
harus menaati ketentuan dalam rangka pemeriksaan pajak, misalnya Wajib Pajak
memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan dan dokumen lain yang
berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh; memberi kesempatan atau memasuki
tempat ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran
pemeriksaan; serta memberikan keterangan yang diperlukan oleh pemeriksa pajak.
6.
Kewajiban melakukan pemotongan atau pemungutan pajak
Wajib Pajak yang bertindak sebagai
pemberi kerja atau penyelenggara kegiatan wajib memungut pajak atas pembayaran
yang dilakukan dan menyetorkan ke kas negara. Hal ini sesuai dengan prinsip witholding system.
7.
Kewajiban membuat faktur pajak
Setiap Pengusaha Kena Pajak wajib
membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak. Faktur Kena Pajak yang dibuat merupakan bukti adanya pemungutan pajak
yang dilakukan oleh PKP.
8.
Kewajiban dalam Hal Diperiksa
Untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak
dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan
pemeriksaan terhadap Wajib Pajak. Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dalam
rangka menjalankan fungsi pengawasan terhadap Wajib Pajak yang bertujuan untuk
meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
D. Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Wajib
Pajak
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang
perpajakan, wajib pajak dan pengusaha kena pajak merupakan pihak yang
melaksanakan berbagai kewajiban perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.
Secara umum, Wajib Pajak merupakan
pihak yang melaksanakan kewajiban perpajakan untuk seluruh jenis pajak, seperti
Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Pajak Lainnya (PL,
seperti: Bea Materai), sedangkan Pengusaha Kena Pajak merupakan pihak yang
melaksanakan kewajiban perpajakan terkait PPN.
Untuk lebih memberikan keadilan
dalam bidang perpajakan, yaitu antara keseimbangan hak negara dan hak warga
negara pembayar pajak, Undang-Undang Perpajakan, yaitu Undang-Undang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan mengakomodasi hak dan kewajiban Wajib Pajak,
sebagai berikut :
1.
Pendaftaran,
Penerbitan, dan Pemberian NPWP.
2.
Pelaporan Usaha
untuk Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
3.
Pembayaran Pajak.
4.
Penagihan Pajak.
5.
Keberatan dan
Banding.
6.
Restitusi dan
Pemberian Imbalan Bunga BPHTB.
7.
Mengangsur dan
Menunda Pembayaran Pajak.
ppt tentang ini ada gak ka
BalasHapus